Kisah Persahabatan Nabi Idris Dengan Malaikat Maut
Diriwayatkan, sebetulnya lantaran diangkatnya Nabi Idris ke nirwana adalah; “Amal ibadah Nabi Idris setiap siang dan malam diangkat ibarat halnya penduduk bumi lainnya. Suatu waktu, Malaikat Maut sangat merindukan Nabi Idris. Lalu ia memohon kepada Allah Ta’ala biar mengizinkannya untuk mengunjungi Nabi Idris. Maka Allah pun mengizinkannya. Kemudian datanglah ia kepada Nabi Idris dalam rupa insan dan duduk di samping Nabi Idris.
Pada ketika itu Nabi Idris sedang berpuasa. Tatkala mendekati waktu berbuka puasa, Malaikat Maut mendatangkan kuliner dari nirwana untuk Nabi Idris. Maka, Nabi Idris pun memakan kuliner itu sambil mempersilakan Malaikat Maut untuk makan bersama tetapi ia tidak mau makan. Kemudian Nabi Idris bangun untuk sibuk beribadah kepada Allah. Adapun Malaikat Maut hanya duduk di sampingnya hingga terbitnya matahari, Nabi Idris pun merasa keheranan. Lalu Nabi Idris berkata, “Wahai pemuda, maukah saya ajak jalan-jalan untuk refreshing?”. Malaikat Maut menjawab, “Ya, mau.”.
Dalam perjalanan, keduanya melihat tanaman-tanaman. Malaikat Maut berkata, “Izinkanlah saya untuk memetik batang flora ini biar kita sanggup memakannya.”. Nabi Idris berkata, “Engkau tidak mau makan sesuatu yang halal kemarin sore dan hari ini engkau malah mau makan sesuatu yang haram.”
Setelah keduanya melewati kebersamaan selama 4 hari, Nabi Idris melihat temannya itu sangat berbeda dengan insan pada umumnya. Nabi Idis pun bertanya kepada sahabat barunya itu, “Siapakah engkau sebenarnya?”. “Saya ialah Malaikat Maut”, jawab temannya. “Apakah engkau yang bertugas mencabut nyawa?” tanya Nabi Idris. “Ya, benar” jawab temannya. Nabi Idris berkata, “Engkau bersamaku selama 4 hari, apakah engkau tidak mencabut nyawa seseorang”. Malaikat Maut menjawab, “Ya, saya mencabut nyawa banyak. Namun, nyawa-nyawa makhluk itu bagiku ibarat hidangan kuliner yang saya ambil, sebagaimana engkau mengambil satu suap makanan”. Nabi Idris bertanya, “Wahai Malaikat Maut, engkau tiba kepadaku untuk mengunjungiku atau mencabut nyawaku?”. Malaikat Maut menjawab, “Aku tiba kepadamu untuk mengunjungimu atas izin Allah Ta’ala”.
Kemudian Nabi Idris berkata, “Wahai Malaikat Maut, saya punya harapan untukmu”. “Apa keinginanmu?” tanya Malaikat Maut. Nabi Idris menjawab, “Aku ingin supaya engkau mencabut nyawaku kemudian Allah Ta’ala menghidupkannya kembali biar saya sanggup beribadah kepada Allah sehabis mencicipi perjalanan mati”. Malaikat Maut berkata, “Aku tidak sanggup mencabut nyawa seseorang kecuali Allah Ta’ala sudah memberi izin kepadaku.”.
Setelah itu, Allah memberi wahyu (perintah) kepada Malaikat Maut biar mencabut nyawa Nabi Idris. Maka, dicabutlah nyawa Nabi Idris ketika itu juga dan wafatlah Nabi Idris. Lalu Malaikat Maut menangis sedih dan memohon kepada Allah biar menghidupkan kembali temannya (Nabi Idris) itu. Dan dikabulkanlah permohonan Malaikat Maut. Kemudian Nabi Idris pun dihidupkan kembali oleh Allah Ta’ala. Maka, Malaikat Maut bertanya kepada Nabi Idris, “Wahai saudaraku, bagaimana engkau mencicipi perjalanan mati?” Nabi Idris menjawab, “Sungguh, jikalau ada binatang yang dikuliti kulitnya ketika ia masih hidup, maka rasa sakitnya 1000 kali lebih sakit dari binatang tersebut.” Malaikat Maut berkata, “Padahal kelembutanku dalam mencabut nyawamu tidak pernah saya lakukan pada orang lain.”
Lalu Nabi Idris berkata, “Wahai Malaikat Maut, saya punya harapan untukmu yang lain. Aku ingin melihat neraka Jahanam biar saya sanggup beribadah sehabis saya melihat belenggu dan tali kekang di dalam neraka Jahanam.” Malaikat Maut berkata, “Bagaimana saya sanggup pergi bersamamu ke neraka Jahanam tanpa izin Allah.” Kemudian Allah mengizinkannya pergi bersama Nabi Idris menuju neraka Jahanam. Maka, pergilah Malaikat Maut bersama Nabi Idris ke neraka Jahanam dan melihat di dalamnya seluruh ciptaan yang dibenci Allah dari mulai rantai, belenggu, tali kekang yang terbuat dari ular-ular, kalajengking, api, tir, zaqqum dan air panas. Setelah melihat isi neraka Jahanam, kemudian keduanya pulang.
Maka, Nabi Idris berkata, “Aku punya harapan yang lain lagi. Aku ingin biar engkau pergi bersamaku ke nirwana hingga saya sanggup melihat ciptaan Allah yang ada di dalamnya untuk hamba-hamba-Nya dan biar semakin bertambah ketaatanku”. Malaikat Maut berkata, “Bagaimana saya sanggup pergi bersamamu ke nirwana tanpa izin dari Allah Ta’ala?” Lalu Allah pun mengizinkan keduanya untuk pergi ke surga. Kemudian keduanya pergi dan berhenti di pintu surga. Maka, Nabi Idris sanggup melihat isi nirwana dari mulai nikmat-nikmat, kerajaan-kerajaan besar, makanan-makanan besar, pohon-pohon, tanaman-tanaman dan buah-buahan.
Kemudian Nabi Idris berkata, “Wahai Saudaraku, saya telah mencicipi perjalanan mati dan saya sudah melihat kengerian dan kedahsyatan neraka Jahim. Maka, apakah engkau sanggup memohon kepada Allah biar mengizinkan saya untuk masuk ke dalam nirwana dan meminum airnya supaya hilang dariku sakitnya perjalanan mati dan kengerian neraka Jahim?” Malaikat Maut pun memohon izin kepada Allah biar mengizinkan Nabi Idris untuk masuk ke dalam nirwana kemudian keluar lagi. Maka, masuklah Nabi Idris ke dalam nirwana dan meninggalkan sandalnya di sebuah pohon yang ada di dalam surga, kemudian keluar dari surga. Kemudian Nabi Idris berkata, “Wahai Malaikat Maut, sandalku tertinggal di dalam surga, maka kembalikanlah saya ke dalam surga!” Lalu Nabi Idris pun kembali masuk nirwana dan tidak keluar lagi. Seketika itu, menjeritlah Malaikat Maut, “Wahai Nabi Idris, keluarlah dari surga!”. Nabi Idris menjawab, “Aku tidak akan keluar, lantaran Allah Ta’ala berfirman: ‘Tiap-tiap yang berjiwa akan mencicipi mati’ (QS. Ali Imran: 185). Dan saya sudah merasakannya. Kemudian Allah berfirman: ‘Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu’ (QS. Maryam: 71). Sungguh, saya juga sudah mendatanginya. Lalu Nabi Idris berkata lagi, “Allah berfirman: ‘dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya’ (QS. Al-Hijr: 48). Maka, siapa yang akan mengeluarkanku darinya. Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada Malaikat Maut, “Tinggalkanlah dia, sesungguhnya Aku sudah tetapkan di alam azali, bahwa beliau ialah penghuni surga.”
Rasulullah saw. menceritakan riwayat ini ketika menguraikan firman Allah: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Qur'an. Sesungguhnya ia ialah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57)
Wallahu A’lam
Sumber : Kitab Durratun Nashihin

Comments
Post a Comment