Kisah Watu Putih Yang Menerangi Kota Madinah

Pada bulan Syawal tahun kelima Hijriyah, tiba kepada kaum Quraisy di kota Mekah segolongan orang-orang Yahudi. Mereka mengajak untuk memerangi Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyampaikan kepada mereka, “Sesungguhnya agama kalian ialah lebih baik daripada agama Muhammad.” Orang-orang Yahudi itu juga mendatangi orang-orang Gathafan, Qais, dan Ailan, kemudian mereka mengadakan perjanjian pertahanan bersama dengan kabilah-kabilah tersebut, yaitu hendaknya mereka berada di pihaknya untuk melawan Muhammad. Selanjutnya kabilah-kabilah itu berangkat menuju ke Madinah bersama dengan para pemimpin dan panglima perangnya.

Ketika Rasulullah saw. mendengar perihal keberangkatan golongan bersekutu itu, ia memerintahkan kaum muslimin supaya menggali parit (Khandaq) yang hal ini diprakarsai oleh sobat Salman Al-Farisi. Rasulullah saw. sendiri turun tangan dan mengatur pekerjaan penggalian parit itu bersama-sama dengan kaum muslimin. Sewaktu bekerja Rasulullah saw. mendendangkan syair (untuk menunjukkan semangat, pen.) yang pernah dikatakan oleh Ibnu Rawahah, yaitu:

“Ya Allah seandainya tanpa Engkau, pasti kami tidak akan mendapat hidayah, kami tidak akan beramal tidak pula akan bersalat. Maka turunkanlah keteguhan dan ketenangan ke dalam hati kami, serta kuatkanlah telapak kaki (posisi) kami bila bertemu (dengan musuh).”

Dalam penggalian tersebut, tiba-tiba mereka menemukan kerikil putih di dalam parit, sehingga alat-alat yang mereka pakai untuk menggali rusak karenanya. Ketika Rasulullah saw. me-ngetahui hal itu, segera ia mengambil alat pemecah kerikil dari tangan Salman ra., alat itu dipukulkan pada kerikil tersebut hingga pecah, dan dari kerikil tersebut memancar bunga api yang sempat menerangi kedua sisi kota Madinah, sehingga sinarnya itu seolah-olah lampu yang terang di rumah yang gelap-gulita. Rasulullah saw. bertakbir dan kaum muslimin pun turut bertakbir pula mengikutinya. Demikianlah dalam pukulan yang kedua dan yang ketiga, semuanya disusul dengan bunyi takbir kemenangan.

Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Setelah saya melaksanakan pukulan yang pertama, tiba-tiba memancarlah sinar terang ibarat yang kalian lihat sendiri. Lalu sinar itu tampak di mataku sanggup menerangi gedung-gedung kota Al-Hirah dan kota-kota kerajaan Persia, seolah-olah gedung-gedung itu taring-taring (yakni menjulang tinggi ibarat taring-taring anjing). Malaikat Jibril memberitahukan kepadaku, bahwa umatku kelak akan menguasainya. Kemudian saya melaksanakan pukulan yang kedua kalinya, tiba-tiba memancarlah sinar terang ibarat kalian lihat sendiri itu, dari sinar itu tampak olehku gedung-gedung kaisar yang berada di negeri Romawi, seolah bagai taring-taring anjing. Maka Malaikat Jibril memberitahukan kepadaku, bahwa umat-ku kelak akan sanggup menguasainya. Selanjutnya saya melaksanakan pukulan yang ketiga kalinya, kemudian memancarlah darinya sinar terang ibarat yang kalian lihat tadi, dari sinar itu tampak olehku gedung-gedung kota Shan‘a seolah-olah taring-taring anjing. Malaikat Jibril memberitahukan kepadaku, bahwa kelak umatku akan sanggup menguasainya, alasannya itu bergembiralah kalian semua. Kaum muslimin pun merasa bangga mendengar informasi tersebut, seraya mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah membenarkan janji-Nya kepada kami.” Orang-orang munafik berkata, “Tidakkah kalian heran? Dia menunjukkan impian dan menjanjikan kepada kalian sesuatu yang tidak ada kenyataannya. Dan dia memberitahukan kepada kalian bahwa dia sanggup melihat gedung-gedung kota Al-Hirah dan kota-kota Kisra, bahwa kota-kota tersebut akan jatuh ke tangan kalian. Padahal kalian gres menggali parit, yaitu lubang untuk diri kalian sendiri semoga tidak tampak.” Kemudian turunlah firman-Nya:

“Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit berkata, ‘Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanya tipu daya belaka’.” (Al-Ahzab/33: 12)

Dan turun juga firman-Nya:

“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai Tuhan pemilik kekuasaan.” (Ali Imran/3: 26)

Ketika golongan-golongan yang bersekutu yang dihimpun oleh orang-orang Yahudi itu mendatangi Madinah, mereka me-lihat parit yang menghalangi mereka hingga ke dalam kota Madinah. Mereka mengatakan, “Demi Allah ini merupakan tak-tik yang belum pernah dilakukan oleh orang-orang Arab.”

Terjadilah saling serang antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Ada di antara kaum musyrikin yang mencoba-coba melewati parit, tetapi kesannya mati dilempari batu. Ada yang mencoba melompati parit itu dengan kudanya, namun ia pun binasa pula di tangan tentara muslimin.

Selanjutnya Nu‘aim bin Mas‘ud bin Amir dari kalangan Gathafan tiba kepada Rasulullah saw., ia memberitahukan kepada beliau, bahwa dirinya telah masuk Islam, tetapi kaumnya belum mengetahui hal tersebut. Nabi saw. bersabda kepadanya, “Sesungguhnya engkau ialah satu-satunya orang (di antara mereka) yang memihak kepada kami, maka buatlah mereka ka-lah demi kami bila kau bisa melakukannya, gotong royong perang itu tipu muslihat.” Nu‘aim kemudian mendatangi orang-orang Bani Quraizhah seraya berkata, “Janganlah kalian mau berperang bersama-sama dengan orang-orang Quraisy dan orang-orang Gathafan, kecuali bila kalian telah mengambil beberapa orang terhormat dari kalangan mereka sebagai jaminan di tangan kalian. Hal itu kalian jadikan sebagai tameng untuk keselamatan kalian dalam memerangi Muhammad. Sesungguhnya mereka benar-benar telah bosan memeranginya, kemudian mereka kembali, dan gotong royong kalian tidak akan bisa melawannya, bila hanya sendiri.” Nu‘aim kemudian menemui orang-orang Quraisy dan orang-orang Gathafan, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi bermaksud mengambil dari kalian sandera yang akan mereka berikan kepada Muhammad, maka Muham-mad pasti akan memancung mereka. Lalu orang-orang Yahudi itu akan bersatu padu dengannya untuk memerangi kalian, ka-rena gotong royong mereka telah meratapi perbuatannya sen-diri, yaitu melanggar perjanjian mereka kepada Muhammad, dan sekarang mereka telah bertobat. Kemudian dengan jalan inilah me-reka menebus kesalahannya, dan mereka setuju dengan Mu- hammad untuk melaksanakan hal tersebut.”

Saat itu juga orang-orang Yahudi dan orang-orang Quraisy mulai saling mengintai untuk menjatuhkan sekutunya, dan ke-putusasaan mulai merayap di kalangan mereka. Suatu hal yang makin menambah rasa putus asa mereka ialah alasannya Allah telah mengirimkan topan atas mereka, sedangkan malam itu ialah animo cuek yang sangat mencekam. Angin itu bertiup dengan kencangnya melanda mereka sehingga sanggup memporak-porandakan panci-panci serta peralatan mereka lainnya.

Pada suatu malam Rasulullah saw. berdiri melaksanakan salat di atas tebing yang kemudian di daerah tersebut dibangun masjid Al-Fath. Rasulullah saw. berpaling kepada para sahabatnya seraya bersabda, “Apakah ada seseorang yang mau melihat dan mengintai apa yang sedang dikerjakan oleh musuh?” Rasulullah mengucapkan perkataan ini tiga kali, tetapi tidak ada seorang pun yang berdiri kemudian melaksanakan kiprah itu, alasannya dicekam oleh rasa takut, lapar, dan cuek yang menusuk tulang. Rasulullah saw. kemudian memanggil sobat Hudzaifah bin Yaman dan berkata kepadanya, “Apakah kau tidak mendengar perkataan semenjak tadi malam?” Hudzaifah menjawab, “Wahai Rasulullah, takut akan ancaman dan cuek yang menyengat menahan diriku untuk menyanggupi perintahmu.” Rasulullah saw. berkata dengan tegas, “Sekarang berangkatlah engkau, kemudian masukilah barisan musuh dan dengarkanlah perkataan (percakapan) mereka, kemudian kau tiba lagi dengan membawa informasi perihal mereka.” Selanjutnya Rasulullah saw. membaca doa untuk keselamatannya, “Ya Allah jagalah dirinya dari arah depan dan arah belakangnya, serta dari sebelah kanan dan sebelah kirinya, sehingga Engkau mengembalikannya kepadaku (dengan selamat).” Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Berangkatlah dan janganlah engkau membicarakan sesuatu pun (kepada orang lain) hingga kau kembali kepadaku.” Maka berangkatlah Hudzaifah seraya menyandang senjatanya. Setelah itu Rasulullah saw. mengangkat tangannya, berdoa seraya mengatakan, “Wahai Penolong orang-orang yang tertimpa malapetaka. Wahai Yang mengabulkan seruan orang-orang yang dalam keadaan terpaksa, lenyapkanlah kesusahanku, kedukaanku dan malapetakaku. Sesungguhnya Engkau melihat keadaanku dan keadaan para sahabatku.” Maka pada ketika itu juga turunlah Malaikat Jibril seraya mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah mengabulkan permintaanmu dan Dia telah melindungimu dari rencana musuhmu.” Maka Rasulullah saw. menjatuhkan dirinya seraya sujud pada kedua lututnya dan membentangkan kedua tangannya, serta menundukkan pandangan matanya. Beliau mengatakan, “Terima kasih, terima kasih, Engkau telah mencintai saya dan para sahabatku.”

Hudzaifah menuju ke perkemahan musuh, ia mendengar Abu Sufyan mengatakan, “Hai orang-orang Quraisy, demi Allah, gotong royong kalian tidaklah berada di daerah yang layak untuk ditempati. Kaki dan sepatu kita telah rusak semuanya, sedang orang-orang Bani Quraizhah mengkhianati kita, dan telah hingga kepada kita perihal informasi mereka yang tidak menyenangkan itu. Sesungguhnya kita sedang mengalami kedinginan yang sangat akhir angin besar ini ibarat yang kalian rasakan sendiri, maka pulanglah kalian, alasannya gotong royong saya akan pulang.” Ketika Hudzaifah kembali, ia mengabarkan insiden tersebut kepada Rasulullah saw., mendengar cerita itu Rasulullah saw. tertawa sehingga gigi seri ia tampak terang di kegelapan malam.

Sumber : Tafsir Al-Maraghi