Sifat Nabi Muhammad Saw. Yang Disebut Dalam Taurat

“Abdul Aziz bin Abi Salamah bercerita kepada kami dari putra Hilal, dari Atha' bin Yasar, dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash ra., sesungguhnya ayat ini yang terdapat di dalam Al-Qur'an, “Hai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi dan pemberi kabar bangga dan pemberi peringatan.” Allah berfirman dalam Taurat, “Wahai Nabi, sesungguhnya Aku mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar bangga dan pemberi peringatan serta penjaga umat, kau ialah hamba dan Rasul-Ku. Aku memberi nama kau Al-Mutawakkil (orang yang tawakal), tidak berperangai jelek dan tidak pula kasar, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak menolak keburukan dengan keburukan tetapi memaafkan dan mengampuni. Allah tidakakan mematikannya sehingga ia menegakkan agama yang bengkok dengan risalah yang dibawanya, semoga mereka mengucapkan, “Tidak ada yang kuasa melainkan Allah, yang dengan kalimat tauhid itu Allah membukakan mata yang buta, indera pendengaran yang tuli dan hati yang tertutup.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari ra. ihwal sifat Nabi dalam Taurat dari surah Al-Fatḥ Bab Firman Allah Ta‘ala, Sesungguhnya Kami mengutus kau sebagai saksi, pembawa kabar bangga dan pemberi peringatan, Jilid VI halaman 136)

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari ra. dalam permulaan Kitab Jual Beli, melalui sanad Atha' bin Yasar sebagai berikut:

“Atha' bin Yasar berkata, saya bertemu dengan Abdullah bin Amr bin Ash ra. kemudian saya bertanya kepadanya, beritahukan kepadaku ihwal sifat-sifat Rasulullah saw. yang ada dalam Kitab Taurat.” Ia berkata, “Ya, Demi Allah sesungguhnya Nabi telah disifati di dalam Kitab Taurat dengan sebagian sifatnya yang ada dalam Al-Qur'an: Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar bangga dan pemberi peringatan ...” hingga simpulan hadis.



PENJELASAN HADIS 

Pertanyaan dari Atha' bin Yasar kepada Abdullah bin Amr bin Ash sebagaimana hadis di atas dikarenakan, Abdullah bin Amr bin Ash telah membaca Kitab Taurat dan mengetahui apa yang terkandung di dalamnya. Adapun “ajal” sebagaimana perkataan Abdullah bin Amr bin Ash merupakan abjad jawab ibarat kata “na‘am” yang berarti “iya”. Dengan demikian, kata tersebut memperlihatkan pembenaran bagi orang yang memberitakan, pemberitahuan bagi orang yang minta kabar dan akad bagi orang yang menuntut.

Imam Al-Akhfasy, mengartikan kata “ajal” dalam kitab Al-Mughni sebagaimana yang disebutkan dalam kamus, dengan kata “na‘am”. Hanya saja berdasarkan beliau, kata “ajal” selain berfungsi sebagai jawaban, kata “ajal” juga memperlihatkan pembenaran terhadap pertanyaan yang dimaksud, sedangkan kata “na‘am” hanya sekedar sebagai tanggapan terhadap suatu pertanyaan saja.

Imam Ath-Thibi menjelaskan, kata “ajal” sebagaimana yang terdapat dalam hadis memperlihatkan tanggapan dari suatu perintah, dengan mengira-ngirakan kalimat: “Kamu membaca Taurat, apakah kau menemukan sifat Rasulullah di sana? Maka beritakanlah kepadaku!” Kemudian orang yang ditanya menjawab, “Ajal (iya).”

“Demi Allah sesungguhnya Nabi telah disifati di dalam Kitab Taurat dengan sebagian sifatnya yang ada dalam Al-Qur'an...” Hadis ini memperlihatkan kebenaran terhadap hal yang diberitakan oleh orang yang memberitakannya. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya taukid (penguat) yang terdapat dalam hadis tersebut, di antaranya yaitu:

a.) Sumpah dengan nama Allah.

b.) Jumlah ismiyah.

c.) Menggunakan inna (sesungguhnya).

d.) Masuknya lam ta'kid (lam penguat) pada khabar.

“Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar bangga dan pemberi peringatan...” Hadis ini memperlihatkan bahwa Rasulullah saw. diutus sebagai saksi baik bagi umatnya yang beriman maupun yang kafir. Beliau bersaksi terhadap keimanan umatnya yang mukmin dengan pembenaran mereka terhadap Rasulullah saw. dan bersaksi terhadap kekafiran orang yang mendustakannya. Rasulullah saw. memperlihatkan kabar bangga bagi umatnya yang beriman dengan masuk surga, memberi peringatan terhadap umatnya yang kafir dengan masuk neraka. Selain itu, Rasulullah saw. juga diutus sebagai benteng orang-orang Arab yang ummi (tidak sanggup menulis dan membaca). Hal tersebut dikarenakan, pada waktu itu umumnya mereka tidak sanggup membaca dan menulis.

“Kamu ialah hamba dan Rasul-Ku. Aku memberi nama kau Al-Mutawakkil (orang yang tawakal)...” Hadis ini memperlihatkan bahwa Rasulullah saw. ialah seorang Rasul yang senantiasa ridha terhadap rezeki yang sedikit, bersandar kepada Allah dalam memohon pertolongan, sabar dalam menanti kelapangan, berakhlak yang baik dan yakin terhadap kesempurnaan akad Allah Ta‘ala. Oleh alasannya ialah itu, ia memperoleh predikat Al-Mutawakkil (orang yang bertawakal). Beliau bukan orang yang jelek akhlaknya, bukan badung dan bukan pula orang yang garang atau keras hatinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta‘ala:

 “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ᾱli ‘Imrān/3: 159)

Hal-hal sebagaimana di atas yaitu dinisbatkan kepada orang-orang mukmin. Adapun jikalau dinisbatkan kepada orang-orang kafir dan munafik, maka Allah swt. menyuruh ia untuk bersikeras terhadap mereka sebagaimana firman-Nya:

 “Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orangorang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk kawasan kembali.” (QS. At-Taubah/9: 73)

Hadis di atas memperlihatkan bahwa Rasulullah saw. bukanlah orang yang banyak berteriak di pasar, namun ia ialah orang yang lemah lembut dan sayang kepada orang-orang. Dengan demikian, hadis ini juga memperlihatkan buruknya kebiasaan yang dilakukan oleh orang pasar ibarat berteriak-teriak, hiruk-pikuk, berlebihan dalam memuji barang yang dijual dan sumpah palsu. Oleh alasannya ialah itu, Rasulullah saw. bersabda: “Seburuk-buruk kawasan ialah pasar-pasar.”

Hal tersebut dikarenakan, pada umumnya tukang pasar senantiasa bersifat dengan sifat-sifat yang tercela.

“Tidak menolak keburukan dengan keburukan, tetapi ia memaafkan dan mengampuni...” Yakni ia senantiasa memaafkan kesalahan selama kesalahan tersebut tidak berafiliasi dengan hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta‘ala. Dalam hal ini Allah berfirman:

 “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik.” (QS. Fuṣṣilat/41: 34)

“Allah tidak akan mematikannya sehingga ia menegakkan agama yang bengkok dengan risalah yang dibawanya...” Yakni agama Ibrahim as., alasannya ialah agama itu telah bengkok pada zaman fatrah (kekosongan wahyu). Pada waktu itu, agama telah ditambah, dikurangi dan diubah dari asalnya. Kejadian ini berlangsung secara terus-menerus hingga Rasulullah saw. meluruskannya, dengan menghilangkan kemusyrikan dan menegakkan kalimat tauhid “lā ilāha illallāh” (tidak ada yang kuasa melainkan Allah). Dengan kalimat tauhid itulah, Allah membukakan mata yang buta, indera pendengaran yang tuli dan hati yang tertutup.

Menurut Abu Abdullah Al-Bukhari, klarifikasi hadis di atas merupakan perkataan majazi (kiasan) yang dikemukakan oleh Abu Ubaidah. Adapun kandungan hadis tersebut tidaklah bertentangan dengan firman Allah Ta‘ala:

 “Dan engkau tidak akan sanggup memberi petunjuk orang buta dari kesesatannya.” (QS. An-Naml/27: 81)

Ayat di atas terang menyatakan bahwa Nabi saw. tidaklah sanggup memperlihatkan petunjuk dengan sendirinya. Adapun Nabi saw. sebagai faktor penyebab turunya hidayah tidaklah diragukan lagi, alasannya ialah di dalam Al-Qu'an Allah Ta‘ala berfirman:

 “Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syūrā/42: 52)

Keterangan dikutip dari Al-Qasthalani, Jilid IV halaman 51-52


Sumber : Buku “Kumpulan Hadits Qudsi”

Comments

Popular posts from this blog

16+ Contigo 24 Oz Coffee Mug Background

Get Philz Coffee Logo Transparent Pics

Dialog Antara Iblis Dengan Fir’Aun