Bukti Keesaan Allah Yang Tampak Di Bumi
Fenomena atau tanda-tanda alam ini terdiri dari beberapa ragam:
1.) Langit yang benda-bendanya terdiri dari banyak sekali jenis atau kelompok. Setiap kelompok memiliki tatanan tersendiri secara teratur dan setiap satuan dari kelompok tersebut memiliki tatanan yang sama pula. Semua ini menyampaikan bahwa penciptanya ialah esa (satu), tidak ada yang sanggup menyamai-Nya, baik dalam hal penciptaan, pengaturan dan penataan. Di antara benda-benda langit itu yang paling erat dengan insan ialah tata surya yang memiliki matahari yang bersinar hingga adanya kehidupan di bumi ini. Kemudian planet-planet yang besar dan kecil yang jaraknya saling berbeda. Setiap planet tersebut beredar pada peredarannya secara tetap. Stabilitas edar planet-planet tersebut dipelihara dengan sunnatullah yang kita kenal dengan gaya tarik (grafitasi). Jika tidak ada gaya tarik ini, maka planet-planet tersebut akan melayang-layang di angkasa luar, kemudian saling bertabrakan antara yang satu dengan lainnya, dan tamatlah alam semesta ini. Hal inilah yang mendorong seorang penyair untuk menyampaikan di dalam satu bait syair:
“Pada setiap sesuatu terdapat tanda yang menyampaikan bahwa Allah ialah Esa.”
2.) Bumi, bentuk bahan dan segala sesuatu yang ada di dalamnya berupa benda-benda padat, tetumbuhan dan aneka margasatwa, manfaat setiap benda berbeda, semuanya menyampaikan bahwa penciptanya Mahabijaksana dan Maha Mengetahui. Allah telah berfirman:
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (Adz-Dzariyat/51: 20)
3.) Silih bergantinya malam dan siang dan bergilirnya antara keduanya —dalam hal panjang dan pendeknya waktu— sesuai dengan letak perbedaan negeri dan musim. Pada semuanya itu terkandung manfaat dan maslahat bagi umat manusia, di samping menyampaikan bahwa penciptanya ialah satu, Maha Pengasih terhadap hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini ayat Al-Qur'an telah mengisyaratkan dengan firman-Nya:
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang-benderang, biar kau (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan biar kau mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (Al-Isra’/17: 12)
“Dan Dia (pula) yang menimbulkan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur.” (Al-Furqan/25: 62)
4.) Al-Fulk ialah kata yang pengertiannya boleh satu bahtera atau banyak perahu. Bukti keesaan Allah melalui persoalan ini membutuhkan pengetahuan perihal watak air bahari dan kaidah-kaidah gaya tarik, watak udara, angin, awan dan listrik yang merupakan pencetus utama kapal-kapal di masa sekarang. Semuanya itu berjalan sesuai dengan hukum-hukum yang menyampaikan bahwa hal tersebut bersumber dari satu kekuatan yang membuat seluruh tatanan, yakni kekuatan Ilahi Yang Maha Esa dan Maha Mengetahui. Seperti firman Allah:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di bahari menyerupai gunung-gunung. Jika Dia menghendaki, Dia akan menghentikan angin, sehingga jadilah (kapal-kapal) itu terhenti di permukaan laut.” (Asy-Syura/42: 32-33)
Bukti yang menyampaikan sifat rahmah Allah dalam penciptaan-Nya telah diungkapkan dalam ayat yang berbunyi: bima yanfa‘un-nas, yang artinya bermanfaat bagi umat insan untuk perjalanan atau ekspedisi perdagangan melalui jalan laut. Kapal sanggup memuat aneka ragam barang dagangan dari satu negara ke negara lain dan dari satu wilayah ke wilayah lain. Sehingga seluruh dunia ini sanggup tukar-menukar hasil karya mereka, baik makanan, minuman, pakaian, obat-obatan dan lain sebagainya.
Silih bergantinya antara malam dan siang ini merupakan anugerah Allah karena dibutuhkannya untuk keperluan perjalanan, dan sanggup untuk memilih waktu yang cocok bagi perjalanan mereka. Dan hal ini sangat diharapkan oleh para nahkoda kapal untuk mengetahui arah dengan perantaraan ilmu falak. Dalam hal ini Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya:
“Dan Dialah yang menimbulkan bintang-bintang bagimu, biar kau menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.” (Al-An’am/6: 97)
5.) Di dalam ayat lain, Allah menjelaskan bagaimana menurunkan hujan:
“Allah-lah yang mengirimkan angin, kemudian angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit berdasarkan yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, kemudian engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya.” (Ar-Rum/30: 48)
Gambaran yang demikian singkat ini kemudian dijelaskan oleh para andal ilmu alam yang mengatakan: “Timbulnya hujan itu karena terjadi adanya penguapan air yang disebabkan oleh panasnya udara yang menyengat permukaan laut. Sehingga terjadilah pergeseran molekul-molekul zat air yang kemudian menjadi uap karena bergesekan dengan panas. Ketika uap tersebut naik ke atas, terbentuklah mendung yang semakin menebal. Karena beratnya, maka mendung itu bermetamorfosis hujan yang jatuh ke bumi. Itulah yang dinamakan hujan.”
Karena air inilah timbul kehidupan dengan banyak sekali tanaman di permukaan bumi, yang kemudian dimanfaatkan binatang sebagai sumber kehidupan mereka. Inilah kehidupan tahap pertama yang dimaksud oleh ayat berikut ini:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air.” (Al-Anbiya’/21: 30)
Maksudnya, antara langit dan bumi itu pada mulanya terdiri dari satu materi, demikian halnya dengan partikel-partikelnya. Kemudian Allah memisahkan antara keduanya sehingga terbentuk bumi yang merupakan pecahan bentuk asalnya, yakni langit. Dan kini bumi merupakan bentuk terpisah. Kemudian bumi itu mengeluarkan uap yang berasal dari zat cair yang terkena panas (oksigen dan hidrogen). Lama-kelamaan uap tersebut makin menebal mencakup bumi pada ketinggian tertentu. Sehingga karena banyaknya udara di atas semakin dingin, maka turunlah hujan. Lama-kelamaan geothermal semakin merendah, dan semua permukaannya terdiri dari air. Setelah itu, barulah terbentuk daratan kering, yang kemudian menumbuhkan banyak sekali tumbuhan, disusul hidupnya aneka margasatwa. Akan halnya kehidupan yang kini sanggup kita saksikan, hal ini sebagaimana telah diisyaratkan oleh firman Allah sebagai berikut:
“Dan kau lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan banyak sekali jenis pasangan tetumbuhan yang indah.” (Al-Hajj/22: 5)
Jadi, setiap belahan bumi yang tidak terkena hujan atau dilewati arus air, maka belahan tersebut tidak memiliki tanaman (flora) dan tidak memiliki margasatwa (fauna) yang hidup di dalamnya. Turunnya hujan dalam bentuk yang sanggup kita saksikan atau yang menjadi karena kehidupan bagi tanaman dan hewan, merupakan bukti yang menyampaikan bahwa Allah Maha Esa dan Maha Menciptakan. Dan bila ditinjau dari segi kemanfaatannya, maka kenyataan tersebut merupakan rahmat Ilahi yang berlaku umum.
6.) Di dalam mengendalikan arah angin ini, sudah barang tentu sesuai dengan kodrat Allah dan sunnatullah yang diciptakan oleh Yang Mahabijaksana. Fungsinya ialah untuk mengawinkan antara serbuk jantan dan betina yang terdapat di dalam tetumbuhan, menyerupai yang dijelaskan di dalam firman Allah:
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan.” (Al-Hijr/15: 22)
Juga ada jenis angin yang tidak berfungsi sebagaimana tersebut di atas, tetapi hanya untuk menggugurkan. Angin yang disebut terakhir ini biasanya bertiup dari empat arah, atau satu di antara empat arah tersebut, bahkan terkadang tidak menentu. Semua ini tidak lain menyampaikan kesatuan dari sumbernya dan menyampaikan kasih sayang Allah yang telah membuat segalanya, di samping mengaturnya.
7.) Pada mendung yang berkelompok dengan ketebalannya di udara itu untuk kepentingan turunnya hujan di banyak sekali negara, cara turunnya pun teratur, di samping mendung itu merupakan pemandangan indah dilihat dari banyak sekali belahan bumi. Sudah barang tentu hal ini akan sanggup dirasakan oleh orang-orang yang mengetahui persoalan ini atau orang yang belum pernah melihatnya.
Pada semua tanda-tanda itu terdapat petunjuk bagi orang-orang yang berpikir untuk mengetahui watak dan rahasia-rahasianya. Dengan demikian sanggup dibedakan antara yang bermanfaat dan membahayakan, disamping sanggup diketahui betapa teliti dan halusnya kekuasaan Yang Maha Menciptakan semuanya ini. Akhirnya akan hingga pada kesimpulan bahwa hanya yang membuat semua inilah yang berhak untuk disembah dan ditaati. Di dalam sebuah hadis dikatakan:
“Celakalah orang yang membaca ayat ini, kemudian ia mengeluarkan riyaknya.”
Maksud riyak (dahak) di sini ialah lendir yang keluar dari mulut. Pengertiannya ialah tidak memperhatikan makna ayat ini, atau bersikap menyepelekan. Sudah barang tentu orang yang berpikir terhadap ayat ini tidak akan mengeluarkan riyaknya.
Sebagian ulama menyampaikan bahwa Allah memiliki dua kitab. Pertama, ialah kitab yang berupa alam semesta. Kedua berupa kitab yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad saw., yaitu Al-Qur'an.
Kemudian cara untuk mengetahui masalah-masalah di atas haruslah memakai nalar pikiran yang telah diciptakan Allah. Siapa pun yang sanggup mengambil pelajaran dari kedua kitab tersebut, berarti ia akan berhasil. Dan siapa pun yang berpaling, tentu akan merugi, baik di dunia maupun di akhirat.
Sumber : Tafsir Al-Maraghi

Comments
Post a Comment