Cara Bermasyarakat Yang Baik Berdasarkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Keimanan tidak selamanya diukur menurut jumlah ibadah seorang kepada Allah SWT. Meskipun  ada orang yang percaya kepada Tuhan dan ia rajin beribadah, baik ibadah wajib maupun sunah, belum tentu apa yang dilakukannya itu pertanda kesempurnaan iman. Sebab Islam tidak hanya meminta umatnya percaya kepada Tuhan, lalu beribadah terus-menerus, tetapi juga meminta kita untuk peduli dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.

Sesungguhnya keimanan berkait dengan kepekaan sosial. Semakin tinggi derajat keimanan seorang seharusnya tingkat sensitifnya terhadap problem keumatan juga semakin meninggi. Hal ini tercermin dalam diri Nabi Muhammad SAW. Selain tekun beribadah, Beliau juga terlibat aktif dalam merampungkan problem keumatan yang terjadi di negerinya.

Iman kaum beriman perlu dipertanyakan bila hatinya tidak terpanggil sedikit pun untuk melaksanakan perubahan sosial. Keimanannya disangsikan bila tidak mau membantu saudara, tetangga, dan masyarakat miskin. Sementara kondisi finansialnya melebihi kebutuhan hariannya dan tidak bakalan jatuh miskin bila disumbangkan separuhnya untuk fakir miskin.



Syekh Abdul Qadir Jailani dalam Fathur Rabbani wal Faydur Rahmani menyampaikan :

إذا أحببت لنفسك أطايب الأطعمة واحسن الكسوة وأطيب المنازل واحسن الوجوه وكثرة الاموال واحببت لأخيك المسلم بالضد من ذلك فقد كذبت في دعواك كمال الإيمان، يا قليل التدبير لك جار فقير، ولك أهل الفقراء ولك مال عليه زكاة، ولك ربح كل يوم ربح فوق ربح، ومعك قدر يزيد على قدر حاجتك إليه، فمنعك لهم عن العطاء هو الرضى بما هم فيه من الفقر…

“Jika kau menyukai masakan enak, pakaian bagus, rumah mewah, perempuan cantik, dan harta yang berlimpah, sementara pada ketika yang sama kau menginginkan biar saudara seimanmu mendapat kebalikannya, maka sungguh bohong bila kau mengaku mempunyai iman yang sempurna. Wahai orang kurang akal! Kamu berdampingan dengan tetangga yang fakir dan mempunyai sanak-saudara miskin, sedangkan kau mempunyai harta yang sudah layak dizakati, keuntunganmu berlipat ganda setiap hari, dan kau mempunyai kekayaan lebih. Jika kau enggan memberi dan menolong mereka, berarti kau rela dengan kefakiran mereka.”

Nasihat yang disampaikan Sulthanul Auliya’ ini tentu sangat menusuk batin kita. Sebagai seorang sufi agung, ternyata Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga tidak hanya sibuk beribadah, tetapi juga perhatian terhadap duduk kasus sosial. Bahkan, ia mengkritik keras umat Islam yang hirau tidak hirau dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Dengan merenungi petuah ini, semoga keimanan kita bisa menciptakan kita semakin peka dengan problem keumatan. 


Sumber: Situs PCNU Kendal

Comments

Popular posts from this blog

16+ Contigo 24 Oz Coffee Mug Background

Get Philz Coffee Logo Transparent Pics

Dialog Antara Iblis Dengan Fir’Aun