Rahasia Kesuksesan Nabi Ibrahim Dalam Mendidik Anak

Keteladanan Nabi Ibrahim as. dan Siti Hajar dalam melahirkan seorang generasi teladan berjulukan  Nabi Ismail as. Keberhasilan mereka berdua dalam mendidik putranya yaitu sebuah pola pendidikan yang telah terbukti melahirkan seorang generasi berpredikat nabi. Kesalehan dan ket’atan Nabi Ismail diabadikan Allah swt. dalam Al-Qur’an dan sejarah hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan ibadah haji hingga kini ini.

Penyembelihan binatang qurban yang menjadi bab dari syari’at Islam, yaitu bentuk penjelmaan dari ketaqwaan Nabi Ismail kepada Tuhannya. Nabi Ismail tulus mendapatkan anjuran ayahandanya untuk disembelih sebagai pembuktian cintanya kepada Allah swt. Dia telah bisa mengalahkan cita-cita nafsu dan tuntutan dunianya, alasannya sadar bahwa cinta dan ridhanya kepada Allah melebihi segalanya. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam surah As Shaffat ayat 102 sebagai berikut :

“Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha bahu-membahu Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kau akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.

Berdasarkan uraian di atas, kepada segenap umat Islam yang menyembelih binatang qurban berqurbanlah dengan tulus dengan landasan cinta dan taqwa kepada Allah swt. Hindarkan diri dari riya’ dan motivasi yang bisa merusak pahala qurban. Allah swt. tidak akan mendapatkan ibadah qurban dari seseorang yang berniat qurban untuk kesombongan, riya dan ujub serta berqurban  dengan niat bukan alasannya Allah, sebagaimana  firman Allah swt. :

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak sanggup mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang sanggup mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kau supaya kau mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Hajj : 33).



Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu? Al-Qur’an memberi citra dengan tahapan yang sistematis dan detail. Hal ini sanggup kita pahami dengan klarifikasi berikut :

Pertama,  Visi pendidikan Nabi Ibrahim yaitu mencetak generasi shaleh yang menyembah hanya kepada Allah. Dalam penantian panjang dia berdoa supaya diberi generasi shaleh yang sanggup melanjutkan usaha agama tauhid. Ibrahim sangat konsisten dengan visi ini, tidak pernah terpengaruh predikat,  titel-titel dan aneka macam gelar selain keshalehan. Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya, tetapi Ibrahim sangat khawatir saat anaknya nanti menyembah ilahi selain Allah swt.

Kedua, Misi pendidikan Nabi Ibrahim yaitu mengantarkan Ismail dan putra-putranya mengikuti pemikiran Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan  agar tidak terpengaruh dengan pemikiran berhala yang telah mapan di sekitarnya .

Ketiga, Kurikulum pendidikan Nabi Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.

Keempat, Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya higienis dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, pikiran sesat, budaya jahiliyah dan sikap sosial yang tercela. Hal ini dipilih supaya pikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan jelek di sekitarnya.
Selain jauh dari sikap yang tercela, daerah pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan sentra ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih supaya Ismail  tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah swt. Cara  ini sangat strategis alasannya faktor lingkungan sangat kuat kepada perkembangan jiwa  anak di sekitarnya.

Pendidikan Nabi Ibrahim memang patut dicontoh. Beliaulah satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua anaknya menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu dia muncul nabi simpulan zaman, yaitu Nabi Muhammad saw.

Bagaimana dengan hasil pendidikan kita. Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak cucunya. Kita harus jujur bahwa hari ini kita mengalami krisis sopan santun yang parah. Para anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai. Yang terjadi yaitu efek  budaya luar membentuk prilaku gres yang jauh dari nilai-nilai keislaman, menyerupai maraknya pornografi, mabuk-mabukan, narkoba, pergaulan dan sex bebas di kalangan para perjaka kita, banyak anak yang sudah tidak patuh kepada orang tua, mereka lebih bahagia dalam acara hura-hura dari pada kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial.

Berdasarkan citra di atas, “Tidak ada kata terlambat”, kini kita harus berdiri menyelamatkan generasi muda kita. Generasi muda harus kita selamatkan supaya tidak menjadi generasi yang lemah, namun sebaliknya harus kita didik menjadi generasi yang kuat. Hal paling prioritas dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang harus menjadi pola hari ini yaitu ij’alul bi’ati at-tarbiyah atau mengakibatkan lingkungan yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu suaka generasi buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak. Para orang renta hari ini harus mencontoh keberanian Ibrahim dan Siti Hajar dalam mengamankan Ismail jauh dari lingkungan buruk. Harus ada benteng yang kuat untuk mengamankan anak kita dari efek narkoba, judi, seks bebas dan kekerasan. Membiarkan anak berada dalam lingkungan yang jelek menyerupai ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka.

Rancangan pendidikan memang harus jauh dari segala keburukan. Lingkungan yang jelek sangat berpotensi merusak akhlaq dan kepribadian anak. Rasulullah saw. telah menawarkan rambu-rambu supaya menghidari setiap orang atau lingkungan yang bisa kuat negatif terhadap jiwa kita.

Ada kesalahan kita dalam menilai keberhasilan bawah umur kita. Terkadang kita sangat gembira saat anak kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, bawah umur cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan.

Anak didik kita hari ini yaitu pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Di bahu mereka terpikul nasib bangsa ini. Kalau mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau mereka rusak maka bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu, sekali lagi mari kita antar mereka menjadi “generasi khairu ummah”, yaitu generasi yang beriman, cerdas, sehat, kuat  dan berakhlaq mulia. Integritas menyerupai inilah yang dimiliki Ismailalaihis salam, sehingga bisa mempersembahkan yang terbaik untuk Allah swt. dan menjadi warisan sejarah generasi berikutnya.


Sumber : Situs PCNU Kendal

Comments

Popular posts from this blog

16+ Contigo 24 Oz Coffee Mug Background

Get Philz Coffee Logo Transparent Pics

Dialog Antara Iblis Dengan Fir’Aun