Panduan Menentukan Istri Dalam Kitab “Tafsir Al-Ibriz”
Di dalam nirwana itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh insan maupun jin sebelumnya. (QS. Al Rahman: 56)
Dalam menafsiri ayat tersebut, KH Bisri Musthofa Rembang, berkata dalam kitab tafsirnya yang berjudul Al Ibriz li Ma'rifati Tafsiri Al Alquran Al 'Aziz sebagai berikut:
“Ana ing suwarga, ana ing panggung-panggunge lan gedung-gedunge, ana wadon-wadon kang ngeringkes paningal (ateges wadon-wadon kang tresna banget marang kakunge. Ora wadon-wadon kang mata keranjang). Selawase ora tahu kagepok dening menungsa sadurunge hebat suwarga, lan ora kagepok dening jin.”
Ya, tafsir nusantara yang berbahasa jawa bertuliskan arab pegon itu berbunyi:
“Di surga, di panggung-panggung dan gedung-gedungnya, ada wanita-wanita (bidadari) yang membatasi pandangannya (maksudnya, wanita-wanita yang sangat menyayangi suaminya, tidak perempuan yang mata keranjang). Selama-lamanya (wanita itu) tidak pernah tersentuh oleh insan sebelum hebat surga, dan tidak (pernah) tersentuh oleh jin.”
Kiai Bisri menafsiri bahwa para bidadari-bidadari nirwana itu saking cintanya yang besar dan lapang dada terhadap suaminya. Maka mereka semua membatasi pandangannya, tidak pernah melirik sedikitpun terhadap suami hebat nirwana yang lainnya.
Tidak pernah tergiur akan kegantengan suami hebat nirwana lainnya. Dan kesucian wanita-wanita nirwana itu pun juga terjamin, alasannya ialah mereka sebelumnya tak pernah tersentuh oleh satu makhluk pun, baik dari golongan insan maupun jin.
Yang menarik dari tafsir ini, ialah wacana pendapat Kiai Bisri wacana perempuan di dunia yang ia paparkan lalu dalam kalam “muhimmatun” (penting) selanjutnya:
“Wong-wong wadon dunya iku biasane lan umume yen banget ayune iku cok sanggup praktis kepincut marang wong lanang kang den anggep bagus utawa luwih bagus katimbang kakunge.”
Ia menjelaskan bahwa wanita-wanita dunia itu biasanya dan bahkan umumnya, jikalau kecantikannya di atas rata-rata terkadang praktis terpikat kepada laki-laki lain yang menurutnya ganteng, atau lebih rupawan daripada suaminya sendiri.
Lebih lanjut dijelaskan:
“Sebab wadon kang banget ayune iku sasat angger wong kepingin nyawang, mengko yen kebeneran penyawange wong lanang bagus iku sanggup pas tatapan karo panglirike wadon, biasane banjur kaya ana setrume.”
Kiai Bisri lalu menunjukkan analoginya. Wanita yang cantiknya di atas rata-rata, sewajarnya setiap insan mempunyai impian untuk memandang elok wajahnya. Nah, nanti jikalau kebetulan bersamaan antara pandangan laki-laki rupawan dengan lirikan mata perempuan itu biasanya akan timbul getaran yang mirip pemikiran listrik. Kalau sudah begitu, apa yang terjadi?
“Mula wadon nuli arang-arang kang berpengaruh naggulangi coba, mula banjur kedadean kang ora bagus.”
Jika sudah mirip demikian. Sudah timbul getaran nafsu antara laki-laki rupawan dengan perempuan yang bagus pula. Sangat jarang sekali di dunia ini, didapati perempuan yang berpengaruh menanggulangi cobaan berupa getaran nafsu tersebut.
Maka dari itu, di lalu hari sering ditemui hal yang kurang baik. Bisa jadi hubungan di luar pernikahan, bagi yang masih perawan. Atau bahkan perselingkuhan bagi perempuan yang sudah bersuami. Na'udzubillah.
Ulama kenamaan asal Rembang yang juga ayahanda dari KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) tersebut, lalu menunjukkan ajuan kepada para laki-laki dalam tafsirnya:
“Mulane para kakung yen milih bojo, aja namung rupa. Senajan mungguhing rupa bijine namung nenem utawa pitu kurang, nanging yen atine patut dibiji songo, sak ora-orane wolu utawa pitu, mungguh saya luwih utama katimbang rupane bijine songo, nanging atine biji lima utawa papat, utawa katimbang rupane biji sepuluh, nanging mata keranjang.”
Oleh alasannya ialah itu, para lelaki jikalau menentukan seorang istri jangan hanya menilai tingkat kecantikannya saja. Jika dikalkulasikan, andai ada seorang perempuan kecantikannya hanya bernilai enam atau tuju kurang, tapi jikalau hatinya patut dinilai sembilan atau setidaknya delapan atau tujuh, menurutnya lebih utama.
Daripada kecantikannya bernilai sembilan, tapi hatinya bernilai lima atau empat. Atau bahkan kerupawanannya bernilai sempurna, sepuluh misalnya, tapi mata keranjang. (itu lebih hina).
Hal tersebut ternyata juga senada dengan hadits Rasulullah:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ خِصَالٍ : لِمَالِهَا وَجَمَالِهَا وَحَسَبِهَا وَدِينِهَا ،
Rasulullah menjelaskan bahwasannya perempuan itu dinikahi atas empat perkara: adakalanya alasannya ialah hartanya, alasannya ialah kecantikannya, ada juga alasannya ialah nasabnya, dan alasannya ialah agamanya. Namun dalam hadits lanjutannya ia berkata:
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Maka nikahilah perempuan alasannya ialah agamanya, maka tanganmu akan dipenuhi dengan debu.
Wanita, memang mempunyai sejuta daya tarik terhadap pria. Setiap jengkal sisi tubuhnya, mempunyai tingkat ketertarikan bagi kaum adam. Tidak hanya itu, kehidupannya yang penuh warna pun menyebabkan daya tarik tersendiri bagi pria.
Meskipun demikian, tetap para laki-laki hanya dianjurkan untuk menentukan perempuan atas dasar agama sebagai kesimpulannya, tidak berdasar kecantikannya. Bagaimanapun, kecantikan akan pudar pada masanya.
Sumber: Situs PBNU
Comments
Post a Comment