Pesan Hikmah Dari Kh. Maimoen Zuber (Mbah Maimoen)
Tim Anjangsana dipimpin oleh Zastrouw Ngatawi memberikan maksud kedatangan rombongan yang berjumlah 17 orang. Mantan Ketua Lesbumi PBNU itu merendahkan badannya di hadapan Mbah Maimoen yang tercatat salah seorang santri Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari tersebut.
Sekilas Mbah Maimoen eksklusif paham apa yang dimaksud Zastrouw dan rombongan dalam upaya memperkokoh sanad keilmuan dan wawasan kebangsaan. Setelah sekian menit dalam keheningan, Mbah Maimoen masih terang dalam berujar dan penuh dengan humor dalam beberapa penuturannya. Para tamu yang tadinya agak sedikit kikuk seketika itu eksklusif mencair melihat senyum dan tawa Mbah Maimoen yang khas.
Dalam problem menimba ilmu, Mbah Maimoen menyatakan bahwa ilmu itu harus didatangi oleh manusia, alasannya ialah dia tidak mendatangi. Sebab itu, kedatangan rombongan Tim Anjangsana dengan maksud memperkokoh keilmuan merupakan langkah yang tepat. Apalagi sekaligus menelusuri sanadnya sehingga ilmu itu nyambung sampai ke pucuk sumber yang shahih, yaitu Nabi Muhammad.
“al-ilmu yu'ta wa la ya'tii. Ilmu itu didatangi bukan mendatangi dirimu,” tutur Mbah Maimoen Zubair dengan penuh kehikmatan menunjukan kepada para tamu.
Kiai kelahiran Rembang, 28 Oktober 1928 silam itu mengumpamakan air di dalam sumur yang harus ditimba. “Sebagaimana kita menginginkan air di dalam sumur, kita harus menimbanya,” ujar Mbah Maimoen.
Tak hanya terkait dengan esensi ilmu yang insan harus terus menerus menimba dan belajar, tetapi juga banyak sekali problem bangsa maupun klarifikasi sejarah meluncur deras dari mulutnya sehingga para tamu nampak makin khidmat dalam menyimak paparan-paparan Mbah Maimoen.
Terkait dengan problem kebangsaan dan politik yang terus mengalami turbulensi, Mbah Maimoen berpesan biar tidak semua orang ikut larut dalam permasalahan sehingga melupakan kiprah terdekatnya sebagai manusia. Hal ini akan berdampak pada ketidakseimbangan hidup dan kehidupan itu sendiri.
Seperti problem politik di Ibu Kota Negara, menurutnya hal itu fardhu kifayah saja, bukan fardhu’ain yang seolah seluruh masyarakat di Indonesia ikut larut dalam hiruk-pikuk sehingga melupakan kiprah penting yang menempel pada dirinya.
Mbah Maimoen juga berpesan kepada santri dan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya untuk menjaga tali silaturrahim, utamanya kepada guru-guru dan kiai-kiai sepuh dalam menyikapi setiap problem bangsa maupun konflik yang sering terjadi di tubuh organisasi.
Marwah kiai dan pesantren merupakan ruh di tubuh organisasi menyerupai Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga setiap problem yang tiba di tubuh NU, hendaknya diselesaikan dengan musyawarah dan disowankan terlebih dahulu kepada para kiai sepuh yang tentu pandangannya lebih luas dan arif.
Sumber: Situs PBNU
Comments
Post a Comment