Tradisi Makan Bersama (Mayoran) Pada Kala Nabi
Mayoran yaitu istilah yang dipakai oleh para santri untuk memperlihatkan satu acara makan gotong royong dalam satu wadah besar. Wadah itu sanggup berupa pelepah daun pisang (seperti gambar di atas) sanggup juga dengan nampan atau baki. Nampan atau baki merupakan salah satu wadah yang biasa dipakai untuk menyajikan kuliner atau minuman, biasanya terbuat dari kayu, plastik, logam, atau materi lainnya. Adapun bentuknya sanggup bulat, atau persegi. Jika persegi kadang ada yang bertelinga di sisi kanan dan kiri sebagai pegangan tangan. Sebagian masyarakat menyebut nampan sebagai talam, dulang atau tapsi. Karena itulah mayoran di sebagian pesantren disebut dengan istilah nampanan atau tapsinan. Yakni makan gotong royong dengan satu nampan atau tapsi sebagai piring besarnya.
Pada dasarnya mayoran merupakan verbal rasa syukur kepada Allah atas nikmatnya yang tidak pernah putus. Mayoran oleh para santri yaitu momen Istimewa yang sengaja diadakan untuk merayakan sebuah keberhasilan. Seperti saat khatam dari satu pengajian kitab tertentu, atau hatam Al-Qur'an, atau lulus ujian kitab, atau sekedar bersyukur atas nikmat sehat dan berkumpul bersama sahabat dan teman-teman. Tentang sajian kuliner sangatlah fariatif, tergantung janji bersama. Tidak harus mewah, tetapi dilarang meninggalkan sambel yang pedas dan harus disajikan dalam keadaan panas.
Konsep makan bersama dalam satu piring besar ini tidak hanya ada di pesantren saja, tetapi juga hidup dilingkungan masyarakat Arab. Bahkan di beberapa restoran Arab menyediakan model hidangan nampanan ibarat ini. Tentunya dengan sajian yang juga khas arab dengan nasi kebuli kambing atau nasi mandhi, nasi kabsah dan lain sebagainya.
Tradisi makan bersama dengan banyak tangan dalam satu piring besar ini sebetulnya merupakan aliran Rasulullah. Dalam sebuah hadits yang tiba dari sahabat Wahsyi bin Harb dan diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:
عن وحشي بن حرب رضي الله عنه أن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع ؟ قال: فلعلكم تفترقون قالوا: نعم قال فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله يبارك لكم فيه رواه أبو داود
Bahwasannya para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "(Mengapa) kita makan tetapi tidak kenyang?" Rasulullah balik bertanya, "Apakah kalian makan sendiri-sendiri?" Mereka menjawab, "Ya (kami makan sendiri-sendiri)". Rasulullah pun menjawab, "Makanlah kalian gotong royong dan bacalah basmalah, maka Allah akan memperlihatkan berkah kepada kalian semua." (HR. Abu Dawud)
Demikianlah tawaran Rasulullah dipegang teguh oleh para sahabat dan keluarganya. Hingga sekarang para habaib dan kiai di pesantren yang tidak mau makan sehingga tiba satu sobat untuk makan bersama. Karena makan sendirian bagi mereka yaitu sebuah malu yang harus dihindarkan sebagaimana Rasulullah tidak pernah melakukannya.
وقال أنس رضى الله عنه كان رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يأكل وحده وقال صلى الله عليه وسلم خير الطعام ماكثرت عليه الأيدى
Sahabat Anas radliyallahu 'anh berkata bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah makan sendirian. Rasulullah juga pernah bersabda bahwa sebaik-baik kuliner yaitu yang dimakan banyak tangan.
Artinya keberkahan sebuah kuliner juga bekerjasama dengan seberapa banyak orang yang ikut menikmatinya, semakin banyak tangan semakin berkah. Inilah kemudian yang oleh para santri dijadikan sebagai pedoman selalu makan dengan konsep mayoran.
Satu nampan banyak tangan merupakan pelajaran yang berharga. Pelajaran membangun abjad kebersamaan dan egaliterian dalam pesantren. Satu nasib satu sepenanggungan satu rasa satu masakan. Tidak ada beda pembagian antara mereka yang memberi banyak atau sedikit, antara pemiliki beras atau pemilik nampan, antara yang masak nasi dan yang menunggu tungku. Semua makan gotong royong dalam waktu dan ruang yang sama. Hal ini juga menjadi latihan mudah untuk menghindarkan para santri dari sifat kikir dan bakhil.
Inilah yang di kemudian hari menjadi salah satu materi pengawet kerukunan antar mereka. Perbedaan prinsip, pendapat dan pendapatan tidak akan mempu menggoyahkan rasa kekeluargaan antara mereka. Karena makan satu nampan dengan banyak tangan terlalu kokoh untuk sekedar menghadapi perbedaan prinsip dan pilihan.
Untuk mengenang kembali masa-masa di pesantren, dan untuk memperoleh banyak berkah tradisi makan bersama dalam satu nampan masih dipertahankan. Di beberapa kawasan mayoran selalu dilaksanakan saat memperingati hari-hari besar Islam, terutama sehabis program membaca maulid atau sehabis shalat id.
Sumber: Situs PBNU
Comments
Post a Comment